Selasa, 04 Oktober 2011

Cinta dan Kebencian

Tenaga apakah yang menggerakkan kehidupan?. Cinta dan kebencian. Kedua-dua itulah yang mewarnai sejarah hidup manusia menjadi putih atau hitam. Karena cinta, Adam dan Hawa bersatu. Karena cinta, Taj Mahal di India terbina. Dan banyak lagi bukti di dalam dunia nyata ini betapa agungnya cinta itu.
Berawal dari cinta, cerita kehidupan diputar. Tapi sayang, sejak awal mula kisah sejarah manusia ini, cinta telah dikotori oleh kebencian. Kebencianlah yang menyebabkan Qabil membunuh Habil, sebuah tragedi paling tragis untuk pertama kalinya dalam sejarah kemanusiaan. Pembunuhan manusia oleh manusia. Ya, cinta dan kebencian pulalah yang saat ini kita saksikan meramaikan drama kehidupan. Dunia ini dipenuhi dengan kisah cinta yang begitu mempesona, juga kisah kebencian yang sangat memilukan.
Cinta membuat dunia menjadi kelihatan 'hidup', damai, sejuk, indah, penuh pesona. Sebaliknya kebencian menjadikan dunia ini nampak membujur kaku seperti mayat, seperti perkuburan. Aromanya menyengat tak ubahnya bangkai. Bunga-bunga menjadi layu. Setiap mata menatap penuh kekosongan, kesedihan dan kepiluan.
Cinta menawarkan titis-titis air yang sungguh menyejukkan. Setiap titisannya menghidupkan jiwa yang gersang. Tiap titisannya adalah syurga. Kebencian menyebarkan aroma darah, menitiskan air mata. Tiap titisnya membuat jiwa menjadi gersang. Tiap titisnya adalah api, membakar kehidupan. Panas yang luar biasa. Cinta menggerakkan kebaikan. Kebencian memunculkan kejahatan. Sejarah kebaikan adalah sejarah cinta. Sejarah kejahatan adalah sejarah kebencian. Maka tebarkanlah cinta di segenap penjuru dunia. Berjalanlah dengan cinta. Siramlah setiap relung jiwa yang hampa dengan cinta, niscaya ia menjadi hidup dan penuh pesona.
Insting cinta itu baik. Karena manusia yang memiliki insting ini akan mempunyai sikap positif dengan membawa kepada sikap peduli dan saling memberikan kasih sayang. Ini mengandaikan adanya kepedulian terhadap hidup orang lain, keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan orang lain.
Namun insting cinta juga membawa sekaligus insting kebencian apabila sikap cinta dan kasihnya terhadap orang lain disertai dengan niat memiliki kepada yang dicintainya itu. Dengan itikad ingin memiliki itu, maka terjadilah penguasaan, kediktatoran dan penjajahan dari si pencinta kepada yang dicintai.
Dalam surat kabar tidak jarang kita dengar seorang suami yang tega membunuh istrinya sendiri karena cemburu. Sang suami pada awalnya sangat mencintai istrinya, tetapi karena keinginan menguasainya sangat besar maka berkobarlah rasa benci dengan cara membunuhnya. Rasa cinta yang begitu dalam telah berganti menjadi rasa benci.
Ada juga sekolah yang ingin menjadi sekolah terbaik dengan tingkat kedisiplinan yang tinggi. Maka demi ambisinya itu, pemimpin sekolah dan para guru berubah menjadi diktator atas murid-muridnya. Dijalankan disiplin yang keras dan berangsur paksaan untuk belajar di luar kewajaran. Hari-hari murid, di sekolah atau dirumah, harus diisi dengan belajar dan belajar. Murid-murid dijadikan korban atas ambisi dan cita-cita sekolah.
Kita mencintai seseorang bukan demi kepentingan semata-mata, tetapi demi yang kita cintai agar tumbuh dan berkembang mencapai kebahagiaanya sendiri. Dengan menolong orang lain, kita menjadi seorang penolong. Dengan memberi kepada orang lain, kita akan tumbuh menjadi seorang pemberi. Dengan melakukan kebaikan terhadap orang lain, diri kita akan tumbuh menjadi orang baik.
Mencintai, menolong, membantu, berbuat baik kepada orang lain bisa berubah menjadi tindakan diktator dan berakhir dengan jatuhnya korban percintaan, kalau kondisi dan keperluan yang kita cintai tidak di perhitungkan. Mencintai orang lain, berbuat baik untuk orang lain, ternyata tidak semudah yang kita duga. Mencintai dan berbuat baik itu bukan sekedar niat dan tindakan, tetapi juga dengan pengenalan, pengetahuan, pengorbanan, strategi terhadap yang kita cintai dan yang paling utama adalah keikhlasan mencintai tanpa ada mempunyai rasa ingin memiliki terhadap sesuatu yang kita cintai itu. Kalau tidak demikian, maka cinta bisa menjadi malapetaka bagi yang kita cintai itu.
Sumber : Bakri, syaiful. Tentang Cinta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar