Sabtu, 01 Desember 2012

SISI LAIN “KEBEBASAN”

Telah lama Bangsa Indonesia menghirup udara kebebasan. Lebih dari setengah abad merah putih telah berkibar dengan gagahnya. Lepas dari belenggu penjajah dan memperoleh kemerdekaan yang mendapat pengakuan secara de facto maupun de yure.
Namun setelah kemerdekaan itu diperoleh, Sistem politiknya lebih didominasi kepentingan kaum penguasa, golongan elite atau pihak-pihak yang “dekat” dengan penguasa. Terutama pada masa orde baru. Kenyataan yang berlangsung puluhan tahun itu membuat rakyat menjadi “bosan” dan akhirnya pada bulan mei 1998 rakyat membuat ekspansi besar-besaran dan mulai menerapkan misi reformasi yang diusungnya.  Yakni, menuntut perbaikan di segala bidang, demokratisasi, dan pengembalian kedaulatan secara penuh kepada rakyat.
Gerakan reformasi yang mengubah system politik korporatis-otoriter menjadi system politik plural-demokratis membuka kesempatan besar bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat baik secara individual  maupun melalui partai politik, organisasi massa ataupun media massa. Aspirasi dan kepentingan   anggota masyarakat menjadi sangat dominan dan amat menentukan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan peraturan public (Undang-Undang Dasar, Undang-Undang hingga Peraturan Daerah dan sebagainya). (Prof. Dr. Yahya A. Muhaimin : 2006 )
Namun di dalam penyampaian pendapat melalui aktivitas demontrasi dilakukan dengan cara-cara yang tidak santun, cenderung brutal atau bersifat anarkis. Sebagai contoh kasus tewasnya ketua DPRD akibat aksi demontran brutal yang terjadi di salah satu daerah yang menginginkan adanya pemekaran wilayah.
Di lain pihak bentrokan juga kerap terjadi karena kesewenang-wenangan para penguasa daerah. Seperti contoh, kasus kesewengan satpol PP dalam aksi razia Pedagang Kaki Lima (PKL), dan razia Gepeng (gelandangan dan pengemis) yang sering terjadi di beberapa daerah mengakibatkan bentrokan yang merugikan materi bahkan sampai kehilangan nyawa. Bentrokan memperihatinkan yang terjadi baru-baru ini ialah bentrokan antara masyarakat dan Satpol PP di tanjung priuk. Bentrokan mengenai sengketa lahan itu bukan hanya mengakibatkan kerusakan fasilitas Negara tetapi juga mengakibatkan tiga orang tewas di pihak Satpol PP. 
Belum lagi beberapa konflik yang terjadi di antara aparat penegak hukum (TNI dan Polri). Akibatnya, timbul korban berjatuhan, beberapa personil tewas sia-sia di antara anggota TNI dan Polri. Padahal keduanya adalah Alat Negara yang mana kebebasannya dibatasi secara ketat oleh fungsi dan tugas-tugasnya. Di samping itu juga pembinaan pada personel TNI dan Polri tentang cinta tanah air dan nilai-nilai persatuan bangsa serta kedisiplinan  jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pembinaan pada masyarakat sipil. Contoh kasusnya ialah baku-tembak ditahun 2001 antara anggota polri dan anggota kostrad TNI-AD di Madiun. Di tambah kasus bentrokan bersenjata antara Satuan Brimob melawan Linud 100-TNI di Binjai yang mengakibatkan beberapa orang tewas dengan sia-sia. Belum lagi kasus Konflik berdarah di Musi Rawai Propinsi Sumatera Selatan yang menewaskan dua orang pada tahun 2006. Menurut para pengamat militer konflik antara TNI dan Polri terjadi karena belum memadainya kesiapan struktur dan mental, baik dalam tubuh TNI maupun polri pasca penataan structural dan reformasi di antara kedua lembaga tersebut.   

Mengapa konflik-konflik kemanusiaan masih saja terus terjadi padahal kebebasan sudah menjadi milik masyarakat luas…?. 
Kebebasan memang sudah menjadi milik masyarakat luas, namun itu hanyalah kebebasan fisik saja. Banyak manusia terbelenggu oleh nafsunya yang membuat hati menjadi  brutal sehingga membuat manusia jauh dari sifat-sifat mulia. Dr. Ary Ginanjar Agustian menggolongkan belenggu-belenggu yang mengikat hati manusia sehingga cenderung brutal, anarkis, dan egois menjadi tujuh macam belenggu. Belenggu-belenggu itu adalah Prasangka; prinsip hidup; pengalaman; kepentingan; sudut pandang; pembanding, dan literature-literatur.
Prasangka negatif membuat masyarakat menjadi saling menjatuhkan di antara mereka baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Prasangka negative dapat menghilangkan sifat kasih sayang sesama manusia.
Prinsip hidup membuat orang berambisi mengejar apa yang menurutnya dapat mendatangkan kebahagiaan meskipun harus melanggar norma-norma agama. Sebagai contoh, kisah romeo dan julliet yang terjebak ke dalam kubangan cinta semu yang melanggar norma-norma agama. Kemudian kasus pelajar senior STPDN yang mendewakan kedisplinan namun menyingkirkan nilai-nilai kemanusiaan sehingga mengakibatkan tewasnya manusia dengan sia-sia.
Pangalaman-pengalaman masa lalu yang mendokrin hati dan pikiran manusia kerap kali membuat kita sulit menerima nilai-nilai kebenaran. Kepentingan hidup yang menjadi prioritas utama sering mengabaikan nilai kebenaran dan keadilan. Sudut pandang yang materialistis mengantarkan manusia pada keinginan untuk menjalani hidup gaya barat yang hedonis. Kebiasaan membanding-bandingkan antara satu dengan yang lainnya membuat hati menjadi iri dan jauh dari sikap bersyukur. Merebaknya literature atau bacaan yang menyesatkan pikiran manusia telah mempengaruhi gaya interaksi di dalam masyarakat. Kesemua belenggu hati dan pikiran yang mengikat pribadi manusia dalam bermasyarakat telah merusak keseimbangan pola interaksi masyarakat yang saling menyayangi.
Untuk lepas dari belenggu yang merampas kebebasan hati dan pikiran manusia maka harus dimunculkan sifat-sifat mulia. Sifa-sifat itu ialah cinta, kasih sayang, kemuliaan, keagungan, kejujuran dan kedamaian. Sifat-sifat mulia seperti itu sebenarnya sudah ada sejak lahir sebagai anugerah Tuhan YME. Namun sifat-sifat itu seakan-akan lenyap  karena tertutupi oleh nafsu yang menguasai diri. 
Apabila setiap diri memahami adanya belenggu yang mengikat hati dan pikiran, yang menjadikan diri bersikap brutal, anarkis dan jauh dari nilai-nilai kemanusiaan kemudian berupaya memunculkan sifat-sifat mulia manusia, Sehingga kita dapat memperoleh kebebasan sejati. Yakni kebebasan fisik dan kebebasan hati dan pikiran. Pada giliranya nanti akan terbentuk pribadi-pribadi mulia yang menentramkan di  dalam pergaulan bermasyarakat dan bernegara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar