Telah lama Bangsa Indonesia menghirup udara kebebasan. Lebih dari
setengah abad merah putih telah berkibar dengan gagahnya. Lepas dari
belenggu penjajah dan memperoleh kemerdekaan yang mendapat pengakuan
secara de facto maupun de yure.
Namun setelah kemerdekaan itu
diperoleh, Sistem politiknya lebih didominasi kepentingan kaum penguasa,
golongan elite atau pihak-pihak yang “dekat” dengan penguasa. Terutama
pada masa orde baru. Kenyataan yang berlangsung puluhan tahun itu
membuat rakyat menjadi “bosan” dan akhirnya pada bulan mei 1998 rakyat
membuat ekspansi
besar-besaran dan mulai menerapkan misi reformasi yang diusungnya.
Yakni, menuntut perbaikan di segala bidang, demokratisasi, dan
pengembalian kedaulatan secara penuh kepada rakyat.
Gerakan
reformasi yang mengubah system politik korporatis-otoriter menjadi
system politik plural-demokratis membuka kesempatan besar bagi
masyarakat untuk menyampaikan pendapat baik secara individual maupun
melalui partai politik, organisasi massa ataupun media massa. Aspirasi
dan kepentingan anggota masyarakat menjadi sangat dominan dan amat
menentukan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan peraturan public
(Undang-Undang Dasar, Undang-Undang hingga Peraturan Daerah dan
sebagainya). (Prof. Dr. Yahya A. Muhaimin : 2006 )
Namun di
dalam penyampaian pendapat melalui aktivitas demontrasi dilakukan dengan
cara-cara yang tidak santun, cenderung brutal atau bersifat anarkis.
Sebagai contoh kasus tewasnya ketua DPRD akibat aksi demontran
brutal yang terjadi di salah satu daerah yang menginginkan adanya
pemekaran wilayah.
Di lain pihak bentrokan juga kerap terjadi
karena kesewenang-wenangan para penguasa daerah. Seperti contoh, kasus
kesewengan satpol PP dalam aksi razia Pedagang Kaki Lima (PKL), dan
razia Gepeng (gelandangan dan pengemis) yang sering terjadi di beberapa
daerah mengakibatkan bentrokan yang merugikan materi bahkan sampai
kehilangan nyawa. Bentrokan memperihatinkan yang terjadi baru-baru ini
ialah bentrokan antara masyarakat dan Satpol PP di tanjung priuk.
Bentrokan mengenai sengketa lahan itu bukan hanya mengakibatkan
kerusakan fasilitas Negara tetapi juga mengakibatkan tiga orang tewas di
pihak Satpol PP.
Belum lagi beberapa konflik yang terjadi di
antara aparat penegak hukum (TNI dan Polri). Akibatnya, timbul korban
berjatuhan, beberapa personil tewas sia-sia di antara anggota TNI dan
Polri. Padahal keduanya adalah Alat Negara yang mana
kebebasannya dibatasi secara ketat oleh fungsi dan tugas-tugasnya. Di
samping itu juga pembinaan pada personel TNI dan Polri tentang cinta
tanah air dan nilai-nilai persatuan bangsa serta kedisiplinan jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan pembinaan pada masyarakat sipil. Contoh
kasusnya ialah baku-tembak ditahun 2001 antara anggota polri dan
anggota kostrad TNI-AD di Madiun. Di tambah kasus bentrokan bersenjata
antara Satuan Brimob melawan Linud 100-TNI di Binjai yang mengakibatkan
beberapa orang tewas dengan sia-sia. Belum lagi kasus Konflik berdarah
di Musi Rawai Propinsi Sumatera Selatan yang menewaskan dua orang pada
tahun 2006. Menurut para pengamat militer konflik antara TNI dan Polri
terjadi karena belum memadainya kesiapan struktur dan mental, baik dalam
tubuh TNI maupun polri pasca penataan structural dan reformasi di
antara kedua lembaga tersebut.
Mengapa konflik-konflik kemanusiaan masih saja terus
terjadi padahal kebebasan sudah menjadi milik masyarakat luas…?.
Kebebasan
memang sudah menjadi milik masyarakat luas, namun itu hanyalah
kebebasan fisik saja. Banyak manusia terbelenggu oleh nafsunya yang
membuat hati menjadi brutal sehingga membuat manusia jauh dari
sifat-sifat mulia. Dr. Ary Ginanjar Agustian menggolongkan
belenggu-belenggu yang mengikat hati manusia sehingga cenderung brutal,
anarkis, dan egois menjadi tujuh macam belenggu. Belenggu-belenggu itu
adalah Prasangka; prinsip hidup; pengalaman; kepentingan; sudut pandang;
pembanding, dan literature-literatur.
Prasangka negatif
membuat masyarakat menjadi saling menjatuhkan di antara mereka baik
secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Prasangka negative
dapat menghilangkan sifat kasih sayang sesama manusia.
Prinsip
hidup membuat orang berambisi mengejar apa yang menurutnya dapat
mendatangkan kebahagiaan meskipun harus melanggar
norma-norma agama. Sebagai contoh, kisah romeo dan julliet yang
terjebak ke dalam kubangan cinta semu yang melanggar norma-norma agama.
Kemudian kasus pelajar senior STPDN yang mendewakan kedisplinan namun
menyingkirkan nilai-nilai kemanusiaan sehingga mengakibatkan tewasnya
manusia dengan sia-sia.
Pangalaman-pengalaman masa lalu yang
mendokrin hati dan pikiran manusia kerap kali membuat kita sulit
menerima nilai-nilai kebenaran. Kepentingan hidup yang menjadi prioritas
utama sering mengabaikan nilai kebenaran dan keadilan. Sudut pandang
yang materialistis mengantarkan manusia pada keinginan untuk menjalani
hidup gaya barat yang hedonis. Kebiasaan membanding-bandingkan antara
satu dengan yang lainnya membuat hati menjadi iri dan jauh dari sikap
bersyukur. Merebaknya literature atau bacaan yang menyesatkan pikiran
manusia telah mempengaruhi gaya interaksi di dalam masyarakat. Kesemua
belenggu hati dan pikiran yang mengikat pribadi manusia dalam
bermasyarakat telah merusak keseimbangan pola interaksi masyarakat yang
saling menyayangi.
Untuk lepas dari belenggu yang merampas
kebebasan hati dan pikiran manusia maka harus dimunculkan sifat-sifat
mulia. Sifa-sifat itu ialah cinta, kasih sayang, kemuliaan, keagungan,
kejujuran dan kedamaian. Sifat-sifat mulia seperti itu sebenarnya sudah
ada sejak lahir sebagai anugerah Tuhan YME. Namun sifat-sifat itu
seakan-akan lenyap karena tertutupi oleh nafsu yang menguasai diri.
Apabila
setiap diri memahami adanya belenggu yang mengikat hati dan pikiran,
yang menjadikan diri bersikap brutal, anarkis dan jauh dari nilai-nilai
kemanusiaan kemudian berupaya memunculkan sifat-sifat mulia manusia,
Sehingga kita dapat memperoleh kebebasan sejati. Yakni kebebasan fisik
dan kebebasan hati dan pikiran. Pada giliranya nanti akan terbentuk
pribadi-pribadi mulia yang menentramkan di dalam pergaulan
bermasyarakat dan
bernegara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar